contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Selasa, 13 April 2010

Aku paling suka membaca cerpen mba Helvy yang judulnya “Ketika Mas Gagah Pergi” isinya aku banget. Dulu, aku juga seperti Gita, tidak berjilbab dan tomboi abis, rambut cepak, kemana-mana selalu pake celana selutut dan kadang sengaja kurobek lututnya agar terkesan macho, pokoknya aku pengin menjadi cowok, itu impian gilaku. Padahal aku bersekolah di sekolah Islam yang mewajibkan siswanya mengenakan jilbab, tetapi seusai sekolah jilbabku kucampakkan begitu saja di kamarku. Sampai pada suatu ketika Allah SWT memberiku hidayah untuk mengenakan jilbab ketika aku lulus dari Mts.
Membaca cerpen “Ketika Mas Gagah Pergi” membuat aku menangis melihat sosok Gita seolah aku sendiri yang diperingatkan Allah SWT untuk berjilbab. Aku bersyukur nasibku tidak seperti Gita, ketika hidayah datang, justru orang yang dicintainya dipanggil Allah SWT. Berlinang air mataku saat membaca Mas Gagah telah dipanggil Allah SWT, aku teringat ibuku yang dulu selalu menyuruhku mengenakan jilbab. Ibuku selalu menegurku dan kadang memarahiku karena berpenampilan seperti anak jalanan, ibuku malu pada keluarga besarnya karena aku dididik dan dibesarkan dalam lingkungan pondok pesantren dan keluarga besarku adalah seorang kiai, tetapi cucunya kiai justru jadi berandal, apa kata dunia.
Bersyukurlah aku, aku tidak kehilangan ibuku yang kucintai, saat aku mengenakan jilbab untuk selama-lamanya. Cerpen “Ketika Mas Gagah Pergi” benar-benar menginspirasiku untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Aku suka banget dengan kalimat diskusi antara Gita dan Mas Gagah, benar-benar menyentuh dan memberi ilmu baru yang bermanfaat bagiku. Sosok Mas Gagah benar-benar berkarakter dalam cerpen itu, aku suka.
Cerpen dengan judul "Mencari Senyum" menurutku itu aneh tetapi sangat unik, pemikiran mba Helvy sangat liar dan segar, masak senyum saja dicari padahal tanpa dicari pun bisa didapat. Karakter tokohnya juga unik, aku suka. Dialog-dialognya menggambarkan seolah-olah aku yang menjadi tokoh dalam cerpen itu sendiri, sangat menarik. Tak terasa aku cepat sekali membacanya, tetapi menurutku endingnya kurang menarik, masih membuat aku penasaran kenapa dalam tokoh cerpen tersebut senyum mereka bisa hilang secara tiba-tiba dan kenapa untuk mencari senyuman harus melangkah di jalan cahaya?
Cerpen dengan judul "Sebab Aku Angin" membuatku miris membacanya, seolah-olah kejadian itu terjadi di depan mataku, menyeruak mengerikan begitu saja. Kata-kata yang dipilih mba Helvy sangat cocok dan menjiwai peran tokoh, seolah peristiwa itu dialami oleh mba Helvy sendiri. Dengan kata-kata yang lugas dan deskriptif membuat isi cerpen enak dinikmati seperti aku sedang menonton film saja membaca cerpen ini, benar-benar menarik. Cerpen tentang perjuangan Islam yang membuatku menangis haru, mengoyak hati, dan inspiratif.
Cerpen dengan judul "Lelaki Kabut dan Boneka" membacanya aku diajarkan melihat suatu kejadian pembunuhan dan yang membunuh adalah aku sendiri. Membacanya membuat bulu kudukku merinding dan bergidik membayangkan kepala orang berserakan dan darah menggenang di mana-mana, benar-benar mengerikan mengingatkanku pada peristiwa Gaza tahun kemarin. Ketika mayat-mayat yang hancur berserakan diliput oleh TV, darah menggenang dimana-mana, rumah dan bangunan hancur berkeping-keping menbuat hatiku terkoyak. Cerpen ini mengajarkan rasa kemanusiaan yang sudah mati dalam tokoh utamanya, bagaimana mungkin dia begitu tega membunuh saudara setanah airnya demi pulau impian, benar-benar memprihatinkan, tetapi sayangnya hal seperti itu juga ada dalam kehidupan nyata. Cerpen yang bagus dan menjiwai.
Cerpen dengan judul “Lorong Kematian” tak jauh berbeda dengan cerpen "Lelaki Kabut dan Boneka". Hanya saja, dalam cerpen “Lorong Kematian” pembunuhan dilakukan dengan lebih sadis, tokoh dalam cerpen seperti layaknya iblis yang haus darah. Mba Helvy keren dalam berimajinasi, membuat tokoh utama mengepung PBB dan menyamar sebagai PBB kemudian melanjutkan penyerangan, benar-benar diluar dugaan saya, menakjubkan.
Cerpen dengan judul “Pattimura” awalnya kupikir cerita tentang pahlawan Pattimura yang dikemas dengan model baru, ternyata aku salah, tokoh utama cerpen ini bernama Pattimura. Cerpen tentang persaudaraan, keluarga, persahabatan, dan penghianatan. Membaca cerpen Pattimura aku menjadi ingat seperti membaca novel “The Kite Runner” karya Khaled Hosaini yang juga bercerita tentang persaudaraan, keluarga, persahabatan, dan penghianatan. Hanya saja dalam Pattimura, lebih kental nuansa keluarga, penghianatan dan perangnya sedangkan dalam novel “The Kite Runner” lebih kental tentang persaudaraan dan penghiantan.
Cerpen yang bagus, membacanya mengajarkan padaku bagaimana seharusnya bertingkahlaku dan bersikap kepada orang lain, walaupun dia hanyalah anak angkat orang tua kita. Sikap iri dan dengki itu tidak baik dipelihara dan apabila dipelihara terus menerus akan mengakibatkan rasa penyesalan yang tak berkesudahan seperti penyesalan tokoh Said dalam cerpen Pattimura.

0

Rizqy Fardhany

Selamat Membaca ^_^

Laman

Cari Blog Ini

Total Tayangan Halaman

Links

Followers